The Emperor Chapter 3



The Emperor 

Naruto © Masasshi kisimoto

High School DxD © Ichie Ishibumi

WARNING : AU, OOC, OC, Typo (yang selalu ngikut), Semi-Canon, Universal World.

Pair : [Naruto X... ] masih dirahasiakan. :v

.

Chapter 3  : Rahasia yang terungkap & Perempuan Pembuat Masalah
.
 
Puluhan. Bahkan sampai ratusan manusia kini mengelilinginya dengan berbagai senjata tajam serta obor di masing-masing tangan mereka. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, bahkan para manula pun hadir. Semuanya berkumpul membuat lingkaran manusia yang berdiameter lebih dari 10 meter dengan dia sebagai pusatnya.

Bingung. Itulah yang sekarang ini dia rasakan karena dia tidak mengenal salah satupun dari mereka, ingin rasanya dia pergi dari tempat itu. Akan tetapi dia tidak dapat menggerakan badannya bahkan satu inchipun karena kukungan dari sebuah rantai berduri yang mengikatnya pada sebuah salib besar setinggi lima meter dan seluruhnya terbuat dari perak.

"Kau telah mendatangkan kesialan pada desa ini. Karena kau keluargaku mati. Dan karena kau pula warga desa terjangkit penyakit mematikan yang bahkan tidak ada obatnya..." Salah satu dari mereka maju sambil mengutarakan kebencian yang dia miliki padanya.

"... Jadi inilah saat dimana kau harus...Mati."
.
-o0o-
.
Keringat dingin yang kini membasahi wajahnya serta detak jantung yang berdetak tak karuan sudah cukup menjadi bukti bahwa mimpi buruk yang dialaminya barusan terasa sangatlah nyata. Naruto menyeka keringat di wajahnya dengan kasar.

Berusaha menghilangkan segala kegelisahannya akan mimpi buruknya tadi, Naruto mengedarkan pandangannya untuk melihat di mana dirinya kini. Namun saat ini dia menyadari bahwa ruangan ini terasa sangat tidak asing baginya, karena ini adalah ruangan khusus miliknya... di rumah sakit.

Entah sudah berapa lama dia tidak masuk kembali ke ruangan ini. Semenjak dia berganti pekerjaan sebagai guru. Ruangan yang sarat akan warna putih ini terasa sedikit berbeda dengan adanya setangkai bunga anggrek berwarna ungu yang berada dalam vas di samping tempat tidur.

"Ruangan ini tidak berubah sedikitpun, semenjak terakhir kali aku dirawat disini."

Sebuah senyum simpul tiba-tiba mengembang di bibirnya saat mengingat kenangannya dengan seorang gadis yang selalu menyempatkan waktunya untuk menjenguk dirinya yang tidak pernah absen untuk dirawat di rumah sakit. Gadis yang selalu menemaninya dalam suka maupun duka. Seseorang yang mengisi relung terdalam di hatinya.

Dan karena dirinya, kesalahan yang bahkan tidak pernah dapat dia tebus meski dengan menjual jiwanya sekalipun. Dan itulah mengapa mata yang dulu selalu memancarkan cahaya ketenangan, kasih sayang, serta sebuah perasaan yang bahkan tidak dapat di ungkapkan dengan kata-kata. 

Meskipun dirinya harus berkubang dalam lautan darah. Kini berubah menjadi sebuah mata yang melambangkan kebencian yang teramat sangat pada dunia, karena telah memisahkan dia dengan seseorang yang paling berharga dalam hidupnya.

Sebuah senyum tulus yang tadi sempat terukir di wajahnya berubah menjadi sebuah senyum miris penuh akan penyesalan.

Brakk!!

"Sensei."

Pintu itu di dobrak dengan seketika oleh sekelompok remaja yang dia ketahui adalah murid-muridnya. Dan dapat dia lihat raut khawatir yang terukir jelas di wajah-wajah itu. "Sensei apa sensei baik-baik saja, kapan sensei sadar, dan-,"

"Tunggu-tungu. Stop aku tidak bisa menjawab pertanyaan yang kalian ajukan secara bersamaan."

Naruto langsung menghentikan pertanyaan-pertanyaan dari meraka yang mungkin tidak memiliki akhir itu. Naruto mengedarkan pandangannya sekali lagi namun bukan untuk melihat suasana sekitar melainkan untuk melihat siapa saja yang dengan seenak jidatnya merusak acara ngelamunnya.
.
-o0o-
.
Naruto duduk dengan tenang di atas kasurnya sembari mengalihkan pandangannya dari para muridnya yang sedari tadi tidak melepaskan pandangan dengan raut muka penuh tanda tanya. Naruto kembali menghembuskan nafasnya, "Jadi, ada perlu apa kalian kesini?" Naruto mengawalinya dengan sebuah pertanyaan.

"Sensei, sebenarnya kau ini apa?" Pertanyaan itu keluar dari mulut perempuan berambut crimson yang tidak lain adalah Rias Gremory. Sedangkan Naruto yang di tanyai seperti itu hanya dapat mendesah pasrah karena saat liburan dari pekerjaannya di sekolah kini harus ia bayar dengan acara dongeng yang di awali oleh pertanyaan dari Rias barusan.

"Hah, aku tidak mengerti apa maksudmu. Tapi menurut klasifikasi mahluk hidup dan juga silsilah keluarga merupakan manusia tulen, dan jangan pernah berfikir bahwa aku bagian dari salah satu fraksi yang masih bersetru sampai sekarang," ucap Naruto. Dan pernyataan tersebut tentu saja membuat mereka sangat terkejut, karena mana mungkin mereka yang merupakan iblis dengan kekuatan yang berkali-kali lipat dari manusia saja tidak dapat mengalahkan datenshi sekelas kokabiel. 

Dan kini seorang di depan mereka yang berhasil mengalahkan kokabiel mengaku bahwa dia adalah seorang manusia, sungguh tidak dapat dipercaya.

"Tunggu dulu, jika sensei bukan bagian dari ketiga fraksi kenapa sensei tau bahwa ketiga fraksi sedang bersetru?" Dia mulai menatap curiga pada pria di depannya itu karena jika gurunya itu tidak memiliki hubungan dengan ketiga fraksi, lalu dari mana dia tahu bahwa ketiga fraksi masih bersetru. 

Sedangkan Naruto hanya dapat menggaruk belakan kepalanya yang tidak gatal itu. "Kau tahu, kira-kira satu bulan yang lalu aku bertemu dengan sorang pria pemalas yang kerjaannya hanya nongkrong di sungai dengan pancingannya, dan ternyata pria pemalas itu adalah gubenur dari kubu datenshi." Walaupun Naruto malas mengakui pria tua malas itu sebagai pimpinan dari musuh Yang dua hari lalu dia kalahkan, tapi apa mau dikata karena memang begitulah adanya.

Sedangkan pria yang di bicarakan Naruto hanya bersin-bersin gak jelas di pinggir sungai sambil bergumam 'sepertinya ada yang membicarakan ketampananku'

Back to story

"Apa. Sensei bertemu dengan gubernur datenshi, aku tidak percaya bahwa seorang gubernur datenshi masuk ke dalam wilayahku tanpa izin. Ini tidak bisa di biarkan." Rias merasa geram karena berani-beraninya datenshi masuk ke daerah kekuasaannya, apalagi kali ini adalah pemimpinnya sendiri. 

"Tapi, jika aku tidak bertemu dengan dia maka kalian pasti akan mati." Naruto berucap dengan nada yang lebih serius.

"Apa maksudnya kami akan mati?"

"Kau tahu, jika aku tidak bertemu dia maka dapat di pastikan bahwa aku tidak akan berada di sekolah pada malam itu. Dan di lihat dari observasiku tadi malam kalian pasti akan kalah kurang dari 30 menit," ucap Naruto yang sukses membuat mereka semua terdiam karena sadar bahwa apa yang di katakan senseinya itu tidak salah sama sekali.

Naruto untuk yang ke sekian kalinya menghela nafas. Dia tahu bahwa kata-katanya tadi cukup menohok mereka, namun kenyataan itu harus di ketahui oleh mereka. Karena dia yakin bahwa murid-muridnya itu bukanlah orang bodoh yang tidak dapat belajar dari kesalahan.

"Sensei."

Suara itu membangunkan Naruto dari lamunannya. Dia melihat siapa yang memanggilnya tadi yang tidak lain adalah Sona Sitri sang ketua osis. "Sebenarnya ini sudah membatku penasaran sendari tadi, jika dilihat dari cara bertarung sensei aku yakin bahwa sensei bukanlah orang yang dapat di bilang amatir dalam hal bertarung ataupun membunuh. Sementara sensei merupakan seorang guru, dan kurasa aneh rasanya jika seorang guru di bekali kemampuan bertarung yang bahkan melebihi kemampuan kami para iblis."

"Jadi dapat anda jelaskan, sensei ini sebenarnya siapa?" Sebenarnya Naruto ingin menjawab dengan mengatakan bahwa dia hanya seorang guru. Tapi saat melihat raut wajah yang seakan mengatakan 'Aku sedang tidak bercanda' membuatnya menelan kembali pernyataan yang ingin dia ucapkan.

"Hah, aku tidak tahu mau mulai dari mana. Dulu sebelum aku mengajar di Kuoh Akademi, aku adalah seorang tentara yang bertugas untuk mengatasi terorisme di jepang. Dan itu menjelaskan kemampuan bertarungku,"

"Tapi itu tidak menjelaskan dari mana sensei mendapatkan mata itu. Mata yang menandakan kebencian, mata yang tidak dapat di ketahui jenis maupun batas kekuatannya, Alpha Stigma keenam Emperor Eyes. Yang bahkan tidak pernah muncul kembali setelah 2 dekade terakhir."

Semuanya memandang Sona dengan tatapan penuh tanya seolah berkata dari mana kau tahu tentang semua itu. Namun hanya di balas dengan naiknya alis sebelah kiri sona dan memandang kembali mereka seakan mengatakan Kalian bodoh ya .

Sedangkan Naruto hanya dapat memandang aneh mereka. "Hey kalian, aku punya sebuah pertanyaan yang ingin kutanyakan pada kalian," semuanya kembali memandang Naruto yang baru saja mengacaukan pertandingan mimik muka yang entah kapan di mulainya. "Ano.. apa sekarang lagi tren bicara dengan bahasa isyarat ya?" Pertanyaan itu sukses mebuat hampir semua yang ada di sana terjungkal. Kecuali sona yang hanya mengurut kepalanya, menghadapi pertanyaan konyol gurunya itu.

"Maaf sensei, sepertinya pertanyaanmu telah melenceng dari topik pembahasan kita kali ini," ucap Sona sambil membenarkan kacamatanya yang melorot entah karena kebesaran atau karena hal lain.

"jadi?"

"... Entahlah aku juga tidak yakin kapan aku mendapatkan mata ini." Naruto berucap sambil menyentuh mata kirinya. "Apa maksudmu tidak tahu, sensei?" Kini giliran Rias yang menyahut.

"Kau tahu. Dulu saat aku masih berusia 7 tahun aku sangat yakin bahwa aku tidak memiliki mata ini. Dan dapat melihat secara normal, sama halnya manusia pada umumnya..," dia menunduk dalam-dalam dan cengkraman tangannya pada lututnya terlihat semakin mengerat seakan mengingat sesuatu yang sangat menyakitkan. "Jika aku tahu aku punya kekuatan ini, dia mungkin tidak akan pergi..," meskipun kalimat itu di ucapkan dengan sangat pelan bahkan hampir berupa bisikan, mereka semua yang pada dasarnya adalah iblis dapat mendengar sangat jelas apa yang di katakan Naruto.

Sebenarnya Rias ingin menanyakan siapa yang dimaksud Dia oleh gurunya itu. Namun saat dia melihat mata itu dia mengurungkan niatnya bertanya. Mata itu terlihat seperti tidak memiliki harapan hidup, kosong meskipun lingkaran cahaya itu masih ada di sana namun, cahayanya meredup dengan sangat drastis seakan hanya merupakan garis melingkar berwarna putih.

"Baiklah sensei, kurasa itu saja sudah cukup kami akan kembali dulu. Semoga cepat sembuh dan kembali mengajar," ucap Sona lalu keluar dari ruangan itu di ikuti yang lainnya. Kini ruangan Naruto kembali sepi seperti semula. "Hah, kurasa aku akan tidur lagi," dengan itu Naruto kembali merebahkan tubuhnya di ranjang rumah sakit itu, dan berharap semoga mimpi buruk itu tidak datang lagi.
.
-o0o-
.
Ke esokan harinya Naruto memutuskan keluar dari rumah sakit. Hanya karena sebuah alasan konyol bahwa makanan yang di sediakan di rumah sakit sangat hambar dan tidak ada rasanya. Namun alasan yang sebenarnya adalah hari ini merupakan hari kunjungan orang tua murid. Dan dia yakin bahwa akan ada kejadian menarik yang akan terjadi.

Saat ini Naruto duduk di sebuah dahan pohon tak jauh dari gerbang pintu masuk kuoh akademi. Dia terus mengamati gerak-gerik dari seorang pemuda berambut silver yang saat ini sedang bersandar di pintu masuk sekolah.

"Sepertinya sesuatu yang menarik akan terjadi sebentar lagi," pernyataan itu keluar saat dia merasakan beberapa aura yang sudah tidak asing lagi baginya, yaitu kelompok Rias yang saat ini terlihat seperti bersi tegang dengan pemuda berambut silver tadi. Terbukti dengan tindakan Kiba dan juga perempuan berambut biru yang Naruto ketahui sebagai Xenovia, mereka telah menyilangkan pedang mereka di leher pemuda berambut silver itu.

Di tempat Issei.

"Maaf, tapi kami tidak akan membiarkanmu bertarung dengan Issei di tempat ini. Hakuryuuko." Xenovia berucap tanpa memindahkan seinchipun pedangnya dari leher Vali. "Xenovia benar, kami tidak bisa membiarkan kau menyentuh Issei-kun di sini," kali ini giliran Kiba yang mengeluarkan pendapatnya, sama halnya dengan Xenovia, Kiba juga tidak memindahkan demonic holy swordnya dari leher vali.

Vali yang di perlakukan seperti itu hanya diam saja, dan tidak gentar sedikitpun malah dia mulai tersenyum seakan meremehkan dan menganggab mereka semua bukan tandingannya. "kalian mau melawanku? Jangan bercanda. Kalian saja tidak dapat mengalahkan Kokabiel, apa kalian pikir kalian mampu melawanku." Dia mengedarkan pandangannya Issei dan kawan-kawan. "Namun sebelum itu..." Vali menendang sebuah batu seukuran kepalan tangan di samping kakinya ke arah sebuah pohon tak jauh dari tempatnya berdiri. Batu tersebut melesat dengan sangat cepat seperti sebuah peluru senapan.

Blaarrr!

Pohon itu langsung hancur berkeping-keping saat batu tadi tepat mengenai pohon tak bersalah itu. Namun yang membuat Issei, Kiba, Xenovia dan juga Asia kaget adalah seseorang yang keluar dari debu-debu bekas hancurnya pohon tadi. "Naruto-sensei?" Teriakan kompak yang penuh tanda tanya keluar dari mereka kecuali Vali yang kini memandang Naruto penuh selidik seolah orang yang menjadi targetnya tadi bukanlah manusia biasa. Terbukti dengan tubuh tanpa luka sedikitpun saat batu yang ia yakini mengenai pria yang sat ini tengah berjalan dengan santai kearahnya sambil membersihkan debu yang menempel pada jasnya.

"Yare-yare, kau tahu tadi itu sangat berbahaya-"

Blash!

Sebuah gelombang kejut tercipta saat pukulan yang dilancarkan oleh Vali ditahan dengan satu tangan oleh Naruto, seakan itu hanyalah pukulan yang di lakukan oleh anak kecil. Sedangkan Kiba dan Xenovia dibuat syok saat menyadari bahwa Vali berhasil lolos dari tajamnya pedang mereka.

"Hoho. Kau kuat juga ternyata," ucap Naruto pada Vali yang kini menyunggingkan sebuah senyum maniak karena berhasil menemukan seorang lawan yang dapat ia sebut setara atau memenuhi kriterianya. "Omoshiroi. Tak kusangka ada manusia yang berhasil menahan pukulan ku,"
Naruto langsung melepaskan tangan Vali yang saat ini dia genggam ke arah kiri dengan wajah yang terlihat bosan, lalu berjalan melewati Vali seakan tidak ada selera bertarung sedikitpun. "Mau kemana kau?" Seru Vali pada Naruto yang seakan mengabaikannya dan terus berjalan kearah gerbang masuk sekolah. "Kau tahu, aku tidak ada waktu meladeni bocah sepertimu. Karena aku sudah tidak masuk selama 3 hari dan itu sudah cukup membuat pekerjaanku menumpuk, jadi lain kali saja." Naruto terus berjalan ke arah gerbang masuk sekolah. Dan mempercepat langkahnya saat mendengar bel tanda pelajaran jam pertama akan di mulai.

Sedangkan Issei dan kawan-kawan memandang Naruto dengan tatapan kagum mereka bahkan baru tahu betapa kerennya aksi dilakukan gurunya tadi. "Kau pikir kau bisa lolos begitu saja-"
"Vali cukup. Jangan membuat keributan di sini, karena aku merasakan 2 aura dengan kekuatan setara Maou atau mungkin para maou memang sedang berada di sekolah ini." Mendengar ucapan dari partnernya membuat dia mengurungkan kembali niatnya, karena dia tahu melawan seorang maou saja pasti akan merepotkan apalagi dua orang pasti akan jadi pertempuran yang sangat merugikan.

Kiba dan Xenovia kembali mengacungkan pedangnya pada Vali, sementara Issei langsung mengeluarkan boosted gearnya. "Hah, seperti yang kau dengar dari partnerku bahwa aku di sini hanya untuk menyapa saja. Jadi sampai jumpa," setelah mengucapkan perpisahan tadi Vali langsung melesat terbang menjauh dari tempat Issei dan kawan-kawan.

Issei, Kiba, Xenovia, dan Asia hanya berdiri diam mencermati kata-kata yang di ucapkan oleh sosok yang tadi sempat membuat keributan di situ. Mereka dibuat terlambat masuk hanya untuk alasan menyapa, bayangkan perasaanmu apa yang akan dia sampaikan pada gurunya nanti jika dia di tanya kenapa telat masuk, kan tidak lucu kalau dia menjawab tadi kami bertemu dengan seorang pria gila yang datang menyapa. Tapi tunggu apa tadi- terlambat

"Sial, kita terlambat."

Ini gara-gara si putih gila itu, itulah yang terus di utarakan oleh hati Issei. Dan dia bersumpah bahwa dia tidak akan memaafkan pria itu. Sambil berlari memasuki gerbang itu Issei menarik sebuah nafas panjang. "SIALAN KAU HAKURYUUKO!.".
.
-o0o-
.
Setelah melewati hari yang berat karena hal-hal berbau mistis yang seprtinya akan menghantuinya setiap hari. Naruto berjalan dengan tenang ke arah mesin minuman untuk menghilangkan haus yang saat ini di alaminya. Namun dia di buat heran oleh sekelompok anak yang berlari ke arah gedung olahraga.

Naruto yang penasaran dengan tingkah murid-murid yang lari-lari tidak jelas tadi. Dia heran bukannya hari ini adalah hari kunjungan orang tua, Cuma satu hal yang terpikirkan oleh otak Naruto yaitu mereka pasti sedang membolos. Naruto terus mengikuti mereka sampai di gedung olahraga. 

Berhenti di depan pintu, dia menarik sebuah nafas panjang.

Braakk!

Semua mata tertuju pada kedua pintu ruang olah raga yang kini tergeletak di lantai. Di sana berdiri seorang pria dengan jas hitam yang berdiri layaknya yakuza, dengan kedua tangan yang berada di dalam saku. "Jadi ada yang bisa menjelasakan kenapa kalian berada di sini hmm?" Semua siswa yang ada di sana mematung seakan melihat seorang malaikat maut yang siap menjemputnya.

Sudah tidak asing lagi bagi seluruh siswa di Kuoh akademi bahwa guru yang bernama Naruto merupakan guru yang paling berbahaya meskipun dia selalu tersenyum namun, tindakannya berbanding terbalik dengan ekspresi yang dia perlihatkan.

"A.. ada Naruto-sensei, semuanya selamatkan diri kalian!" Teriak salah satu siswa yang paling cepat sadar dari acara membisu berjamaah saat mengetahui pelaku dari hancurnya kedua pintu tersebut merupakan guru yang paling killer di sekolah ini. Mereka semua lari kalang kabut mendengar bahwa mereka kepergok oleh guru yang mungkin akan memberikan sebuah hukuman yang mungkin tidak akan pernah mereka lupakan.

"Jadi Sona dapat kau jelaskan kenapa siswa-siswa itu datang ke sini semua?" Pertanyaan itu dia ajukan kepada perempuan yang memegang jabatan sebagai seorang ketua osis di sekolah ini. Sedangkan Sona yang di tanyai seperti itu hanya diam menunduk seakan dia tidak sanggup menjawab pertanyaan gurunya itu. "Mou.. Sona-chan. Kenapa kau lari dari Nee-chanmu ini, Nee-chan kangen tahu...," ucap seorang perempuan yang tiba-tiba memeluk Sona dari belakang.

Dia mengenakan pakaian yang Naruto tahu sebagai cosplay Milky dari serial Mahou Shojou Seven Alternative. Namun yang membuatnya diam seribu bahasa adalah orang yang mengenakan cosplay itu adalah orang yang dulu pernah Ia selamatkan. "Sitri-san,"

"Letnan Uzumaki-san,"

Mereka berdua saling tunjuk satu sama lain, terkejut karena setelah sekian lama tidak saling bertemu. Mereka di pertemukan pada saat yang tidak terduga dan pada tempat yang tidak terduga pula.

Sedangkan kedua keluarga iblis yang berada ruangan itu hanya memandang mereka dengan penuh tanya. "Jadi komunikasi dengan mimik muka itu memang lagi tren ya.." Naruto berucap dengan tangan di bawah dagunya sambil manggut-manggut gak jelas dan sepertinya itu di setujui oleh Serafall yang juga ikutan manggut-manggut gak jelas. Sona yang merasa aneh mengapa kakanya dapat kenal dengan seorang manusia misterius seperti Naruto, melangkah maju kedepan kakaknya.

"Bisa kau jelaskan kapan Onee-sama bertemu dengan Naruto-sensei, sedangkan Onee-sama tidak diperbolehkan pergi dari dunia bawah untuk mengurusi jabatanmu sebagai maou." Tanya Sona dengan penuh selidik. Karena dia tahu bahwa kakanya yang bandel itu pasti pergi ke dunia manusia secara diam-diam.

"Ano.. eto.. tehe" serafall hanya dapat menjulurkan lidahnya dengan "Onee-sama!" sedangkan Sona sudah tidak kuat lagi menghadapi kakaknya yang sangat unik ini. "Sudah-sudah. Maklumi saja kakakmu ini dia memang agak, hyperaktif," ucap Naruto sambil mengusap kepala Serafall dengan agak kasar, sedangkan yang menjadi korban hanya memanyunkan bibirnya seakan tidak terima dengan apa yang di katakan Naruto.

"Mou.. Uzumaki-san," Serafall merasa tidak terima akan peryataan yang tadi di sampaikan naruto. Tapi dia tidak menolak sama sekali saat Naruto mengusap kepalanya, karena entah mengapa dia merasa sangat nyaman dengan apa yang dilakukan naruto tadi. Serasa seperti mengenang masa lalu, saat dia pertama kali bertemu dengan letnan muda itu. Seorang pemuda yang dapat mengalahkan puluhan teroris bersenjata api hanya dengan sebuah pisau, seakan-akan membunuh sudah menjadi sarapan paginya setiap hari.

Kesan pertama yang di dapat Serafall saat pertama kali melihat Naruto adalah seorang maniak yang gila bertarung. Namun ternyata dia salah besar alasan Naruto maju sendirian melawan puluhan teroris yang saat itu sedang menyerang sebuah mall di tokyo adalah agar tidak ada satupun anggota timnya yang terluka. Dia seperti seorang manusia yang tercipta untuk menanggung beban milik orang lain, manusia yang penuh akan misteri itulah kata yang tepat untuk menggambarkan sosok Naruto.

"Jadi kapan kalian bertemu untuk pertama kalinya?" Kali ini Rias yang angkat suara serta mengulangi pertanyaan Sona yang tadi belum sempat terjawab. Mendengar itu Naruto menerawang ke atas seakan kembali membongkar memorinya yang telah lama tak tersentuh di pojok otaknya.

"Sebenarnya ini adalah cerita lama saat aku masih dalam pasukan. Waktu itu aku di tugaskan oleh atasanku yang menerima laporan bahwa sebuah mall di pusat Tokyo sedang di kuasai oleh teroris dan seluruh pengunjung di sana sebagai sandranya, dan salah satunya adalah dia," jelas Naruto sambil menunjuk Serafall dengan jempolnya. Sedangkan yang di tunjuk hanya dapat menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Dan kalian tahu, bahwa sekumpulan teroris yang berjumlah hampir 30an orang itu di babat habis oleh seorang letnan muda hanya menggunakan sebuah pisau yang biasa di gunakan oleh tentara seperti ini. Hyaat.. syaaat hyaah..," tambah Serafall dengan meniru sedikit gerakan Naruto menggunakan tongkat sihir yang sendari tadi dia pegang, namun bukannya terlihat keren malah jadi tampak konyol saat Serafall mempraktekannya.

Dan semua orang yang ada di sana tertawa bersama-sama melihat tingkah konyol Serafall. Naruto sadar bahwa mungkin suasana seperti inilah yang dia butuhkan, suasana yang dapat membuatnya tersenyum tulus serta tertawa lepas tanpa adanya beban sedikitpun. Sama seperti dulu.

"Jadi Naruto-sensei adalah seorang letnan, sugoi," kini Issei sadar kenapa Naruto-sensei selalu bersikap tegas akan segala hal yang di rasa tidak pada tempatnya, bukan karena sok disiplin atau apa. Karena seorang prajurit memanglah di tuntut akan sebuah ketegasan yang pasti. Karena tidak ada kata mudah di dalam militer, apalagi gurunya itu telah menjadi prajurit sejak lama apalagi dia adalah seorang dengan pangkat letnan. Dan itu sudah membuktikan betapa hebatnya orang yang kini menjadi guru sejarahnya Issei percaya bahwa guru sejarahnya itu bukanlah orang sembarangan.

"Ano.. sepertinya ada yang harus aku jelaskan dahulu. Yaitu tentang pangkat. Sekarang aku bukanlah seorang letnan lagi karena sebulan sebelum aku bekerja di sini aku telah di promosikan menjadi kolonel oleh pimpinan," jelas Naruto untuk meluruskan sebuah kesalah pahaman itu.

"heh."

"HEEEEH!"
.
.
To Be Continue...
Share this article :
+
Next
This is the current newest page
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "The Emperor Chapter 3"